Selamat membaca

Semoga bermanfaat bagi kalian semua dan sekaligus menjadi motivasi semangat dalam mengarungi kehidupan

Selasa, 26 Januari 2010

HAKIKAT FITRAH DAN CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM


Oleh: Ikwan Lestari

Salah satu perbedaan utama ajaran-ajaran Islam dengan ajaran agama-agama lain, aliran-aliran filsafat modern dan aliran-aliran psikologi modern adalah tentang sifat asal manusia. Islam mempercayai bahwa manusia diciptakan dalam keadaan fitrah.

Fitrah adalah sesuatu yang telah menjadi bawaannya sejak lahir. Fitrah manusia yaitu mempercayai dan mengakui Allah sebagai Tuhannya. Konsep fitrah tersebut merupakan citra unik yang dimiliki manusia, yang mana menjadi landaan bagi konstruksi psikologi Islam.

Secara etimologi, fitrah berarti penciptaan atau “terbukanya sesuatu dan melahirkannya”. Sedangkan menurut makna nasabi (pemahaman dari beberapa ayat dan hadits nabi), fitrah dapat diartikan sebagai berikut : al-thuhr (suci), al-din al-islamiy (potensi ber-Islam), Tauhid Allah (mengakui keesaan Allah), al-salamah (kondisi selamat) dll.

Berdasarkan makna etimologi dan nasabi maka dapat disimpulkan bahwa secara terminologi fitrah adalah citra asli yang dinamis yang terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia, dan dapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku.http://rifacons.wordpress.com/2009/02/19/hakikat-fitrah-dan-citra-manusia-dalam-psikologi-islam/Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam) Citra unik tersebut telah ada sejak awal penciptaannya.

Ada beberapa pendapat tentang fitrah manusia yaitu :

  1. Pandangan Fatalis

Pandangan fatalis mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Allah Azza wa jalla adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan. (Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia : seri psikologi islami)

Ibnu Mubarak sebagai tokoh utama pandangan ini menafsirkan suatu hadits bahwa anak-anak orang-orang musyrik terlahir dalam keadaan kufur atau iman (Yasien Mohamed, Insan yang suci : Konsep Fitrah Islam, penterjemah : Masyhur Abadi). Adapun syaikh Abdul Qodir Jailani, tokoh populer pandangan ini mengungkapkan bahwa seorang pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan Allah Azza wa jalla sebelumnya.

  1. Pandangan Netral

Ulama yang paling representatif yang menganut pandangan netral ini adalah Ibn ‘Abd Al-Barr. Ia memandang keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun pada saat kelahiran ini suatu kondisi “kosong” yang suci, suatu keadaan sempurna atau utuh, tetapi kosong dari suatu esensi yang baik atau yang jahat. Menurut pandangan ini, iman (kebaikan) atau kufur (keburukan) hanya mewujud ketika anak tersebut mencapai kedewasaan (taklif). Setelah mencapai taklif, seseorang menjadi bertanggung jawab atas perbuatannya.

  1. Pandangan Positif

Tokoh pandangan positif ini yaitu Ibnu Taimiyyah, Ibu Qayyim al-jauziyah (klasik), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi’i dll.

Menurut Ibnu Taimiyyah semua anak terlahir dalam keadaan fitrah; dalam suatu keadaan kebajikan bawaan dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan seorang individu menyimpang dari keadaan ini.

Menurut sayyid Quthb, dua pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai dua kecenderungan yang setara pada manusia (kecenderungan untuk mengikuti Tuhan atau kecenderungan untuk tersesat)

Begitupun Shari’ati berpandangan bahwa manusia adalah berdimensi-ganda dengan sifat dasar ganda, suatu susunan dari dua kekuatan, bukan saja berbeda, tetapi juga berlawanan. Yang satu cenderung turun pada materi dan yang lain cenderung naik pada Ruh suci (ciptaan)Allah.

Fitrah dan citra manusia adalah sebuah implikasi psikologis, karena manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang cenderung menganut agama yang lurus. Mereka memiliki kecenderungan untuk mengenal Tuhan, berpihak pada kebenaran, berbuat kebajikaFitrah diungkap dalam Al-qur’an sebanyak 20 kali yang tergelar di dalam 17 surat, antara lain yang terdapat dalam surat Ar-rum ayat 30 yang artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Firman tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT menurut fitrahnya. Fitrah ini merupakan citra manusia yang penciptaannya tidak ada perubahan, sebab jika berubah maka eksistensi manusia menjadi hilang. Namun secara aktual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia sendiri.

Dengan adanya fitrah, maka manusia dapat memilih dan memilah antara kebenaran dan kesalahan serta antara kebaikan dan keburukan.

Adapun yang dimaksud citra di sini adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi yang merupakan sunnatullah yang dibawa sejak ia dilahirkan.

Dalam diri manusia terdapat potensi yang positif dan juga negatif. Adapun potensi atau segi positifnya antara lain adalah :

1. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.

2. Manusia mempunyai kapasitas intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan semua makhluk yang lain.

3. Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan.

4. Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan martabat.

5. Manusia tidaklah semata-mata tersentuh oleh motivasi duniawi saja.

Sedangkan dari segi negatifnya, Al-qur’an telah menyatakan dalam beberapa ayat yaitu bahwa manusia itu keji dan bodoh. Adapun ayat tersebut antara lain terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab : 72 yang artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

Selain itu, manusia digambarkan sebagai makhluk ganda, setengah dipuji dan setengah dikutuk; tetapi mereka tidak dipuji/dikutuk karena sifat ganda tersebut. Ayat-ayat tertentu dalam Al-qur’an secara terang membedakan antara manusia terpuji dengan manusia tercela. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia yang tidak beriman kepada Allah itu bukanlah manusia sejati. sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-‘Asryang artinya : Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.

Adapun citra manusia dalam psikologi Islam dapat disederhanakan sbb

a. Manusia dilahirkan dengan citra yang baik, seperti membawa potensi suci, ber-Islam, bertauhid dan menjadi khalifah di muka bumi.

b. Manusia memiliki ruh yang berasal dari Tuhan yang mana menjadi esensi kehidupan manusia.

c. Bahwa pusat tingkah laku manusia adalah kalbu, bukan otak atau jasad manusia; manusia memperoleh pengetahuan tanpa diusahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk wahyu dan ilham; serta tingkat kepribadian manusia tidak hanya sampai pada humanitas atau sosialitas, tetapi sampai pada berketuhanan (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam)